Rabu, 01 Februari 2012


Nama Mahasiswa                :           NOVENDO RASYID
NPM                                       :           103 410 076
Kode kelas                            :           111 - LW004 - M1
Dosen                                                :           Tim Dosen



STMIK PUTRA BATAM



KATA PENGANTAR


Puji Syukur Marilah kita ucapkan kepada ALLAH SWT Yang telah melimpahkan Rahmat Dan karuniaNYA kepada kita sebagai manusia, sehingga melalui proses yang panjang dan kerjasama yang baik sehingga tugas makalah (artikel) “ Pendidikan Kewarganegaraan “ ini dapat diselesaikan.
Makalah (artikel) ini dibuat dengan maksud untuk  salah satu persyaratan nilai Pendukung Ujian akhir semester, disamping itu (artikel) ini juga memberikan manfaat kepada kita semua tentang penjelasan yang  ada dalam pengupasan masalah tentang manajemen keuangan.
Dan tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada “Team Dosen” .Selaku dosen pemandu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah membimbing saya dalam mengerjakan tugas makalah (artikel)  ini sehingga dengan bimbingannya saya sangat merasa terbantu dalam menyelesaikan tugas makalah (artikel) ini dengan baik
Diharapkan makalah (artikel) ini dapat bermanfaat bagi kita semua.tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu kami akan menerima dengan senang hati terhadap kritik dan saran yang membangun dari pembaca, dan pihak-pihak yang telah ikut membantu pembuatan makalah (artikel) ini. kritik dan saran tentang makalah yang masih jauh dari sempurna akan  kami terima dengan senang hati.

Batam 12 Januari  2012

( NOVENDO RASYID )
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1             ……………………………………………………...……..…………..1
PENDAHULUAN           …………………………………………………………1
A.   LatarBelakang    …………………………………………………………1
B.   Permasalahan               …………………………………………………2

BAB 11          …………………………………………………………………………3
PEMBAHASAN  …………………………………………………………………3
A.   MaknaTindakPidanaKorupsi   …………………………………………3

BAB 111        …………………………………………..………………..………....11
PENUTUP                       …………………………………………....………....11
A.   Kesimpulan        …………………………………....….………………11
B.   Saran       ……………………………………………...……..…………12












BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan danmemberantas tindak pidana korupsi di negeri ini.Tebang pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasuskorupsi akhir-akhir ini.
Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam teks pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi.
Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia.Pembahasan mengenai strategi pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar, booming anti korupsi, begitulah tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga dijewantahkan melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus yang paling anyar yangtak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Perspektif politik selalu mendominasi kasus-kasus hukum di negeri sahabat Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus korupsi besar seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.Mencari rizki dengan menjadi pegawai negeri maupun swasta adalah sesuatu yang halal. Akan tetapi, fenomena yang kita saat ini, tidak jarang seorang pegawai menghadapi hal-hal yang haram atau makruh dalam pekerjaannya tersebut.
Di antaranya, disebabkan munculnya suap,sogok menyogok atau pemberian uang diluar gaji yang tidak halal mereka terima.Akhir-akhir ini masalah suap semakin sering diperbincangkan seiring semakin bertambahnyakasus suap yang terjadi. Dalam praktik sehari-hari, suap-menyuap sudah begitu menyebar ke berbagai sendi kehidupan. Suap-menyuap tidak hanya dilakukan rakyat kepada pejabat negara(pegawai negeri) dan para penegak hukum, tetapi juga terjadi sebaliknya.
Pihak penguasa atau calon penguasa tidak jarang melakukan sedekah politik (suap) kepada tokoh-tokoh masyarakat dan rakyat agar memilihnya, mendukung keputusan politik, dan kebijakan-kebijakannya. Dalam makalah ini akan diulas dengan detail mengenai suap menyuap, sekaligus mengangkat salah satu kasus suap yang terjadi pada saat penerimaan mahasiswa baru.


B. PERMASALAHAN

Untuk memudahkan punyusunan dan pemahaman makalah ini, maka kami susun beberapa rumusan masalah, yaitu:

Bagaimana korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?
Strategi apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi tersebut?
Bagaimana multiplier effect bagi efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di Indonesi.Apakah pengertian suap?
Bagaimana dasar hukum tindak pidana suap?
Apakah sanksi tindak pidana suap?










BAB II

PEMBAHASAN

A.   Makna Tindak Pidana Korupsi

Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System,menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator – yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang.Namun, tidak berarti dalam sistem sosial- politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur.

Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa.
Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidak pastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalamkegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of  Investment  (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk,seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary personwho unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the right of others.”

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana.Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.

1. Korupsi dan Desentralisasi

Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok setelah reformasi  digulirkan. Desentralisasi di Indonesia oleh banyak pengamat ekonomi merupakan kasus pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di Indonesiamenjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik di dunia. Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislatif daerah.
Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan sosial-politik-ekonomi di Indonesia.Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun, jugasering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, Karena munculnya pungutan- pungutan yang lahir melalui Perda (peraturan daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijelaskan bahwa cakupan suap adalah

v  setiap orang,
v  memberi sesuatu,
v  kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara,
v  karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atautidak dilakukan dalam jabatannya.

Suap juga bisa berarti setiap harta yang diberikan kepada pejabat atas suatu kepentingan, padahalsemestinya urusan tersebut tanpa pembayaran.Sedangkan dalam fikih, suap  atau risywah cakupannya lebih luas.
Sebagaimana dikatakan Ali bin Muhammad Al Jarjuni dalam kitabTa’rifat, Beirut (1978), suap adalah sesuatu yang diberikan untuk menyalahkan yang benar atau membenarkan yang salah.Dalam Undang-Undang No. 11 Th. 1980 tentang tindak pidana suap dijelaskan bahwa tindak  pidana suap memiliki dua pengertian, yaitu:

1.             Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud membujuk agar seseorang berlawanan dengan kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.2. Menerima sesuatu atau janji yang diketahui dimaksudkan agar si penerima melawan kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.
Dr. Yusuf Qordhawi mengatakan, bahwa suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya(seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya.Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa suap adalah memberi sesuatu, baik uang maupun barang kepada seseorang agar melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan atau pun tidak dilaksanakan.
Dari sinidapat dipahami bahwa suap adalah sebuah tindakan yang mengakibatkan sakit atau kerugian di pihak lain.Suap adalah pemberian yang diharamkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang haram dankotor. Suap ketika memberinya tentu dengan syarat yang tidak sesuai dengan hukum atau syariat, baik syarat tersebut disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung.Suap diberikan untuk mencari muka dan mempermudah dalam hal yang batil.Suap pemberiannya dilakukan secara sembunyi, dibangun berdasarkan saling tuntut-menuntut, biasanya diberikan dengan berat hati.Suap -biasanya- diberikan sebelum pekerjaan.

Adapun pemberian suap ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu :

1.         Uang dibayar setelah selesai keperluan dengan sempurna, dengan hati senang, tanpa penundaan pemalsuan, penambahan atau pengurangan, atau pengutamaan seseorang atas yanglainnya.

2.         Uang dibayar melalui permintaan, baik langsung maupun dengan isyarat atau dengan berbagaimacam cara lainnya yang dapat dipahami bahwa si pemberi menginginkan sesuatu.

3.         Uang dibayar sebagai hasil dari selesainya pekerjaan resmi yang ditentukan si pemberi uang..

4.         Sanksi Hukum Tindak Pidana SuapDalam syari’ah, orang yang memberi dan menerima sama-sama terlaknat dan tempat yang cocok adalah neraka.Adapun sanksi hukum tindak pidana suap termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap, yaitu:Pasal 2: “Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya,yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum,dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah).”

Pasal 3:  “Barang siapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun  atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas jutarupiah).”

Selain itu, sanksi tindak pidana suap juga disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu:

Pasal 5:
1.Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahundan atau  pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a.         Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau 
b.         Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

2.             Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 6:

1.         Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a.         Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
b.         Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan denganmaksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

3.             Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf  b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 11:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negarayang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya,atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Pasal 12:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun  dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

a.    Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; 
b.    Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
c.    Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanyauntuk diadili;

d.    Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili
e.    Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiriatau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f.     Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta,menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
g.    Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
h.    Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang undangan; atau
i.      Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

BAB III

PENUTUP

A.   KESIMPULAN

Merangkai kata untuk perubahan memang mudah.Namun, melaksanakan rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadiwabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak  pernah tepat sasaran ibarat “ yang sakit kepala, kok yang diobati tangan “.

Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Olehsebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudahmemang.Suap berarti setiap harta yang diberikan kepada pejabat atas suatu kepentingan, padahal semestinya urusan tersebut tanpa pembayaran. Baik orang yang member suap maupun menerima suap sama-sama mendapatkan hukuman karena perbuatan tersebut merugikan pihak lain.Menerima suap adalah termasuk makan harta orang lain dengan cara batil. Dasar hukum tindak  pidana suap telah termaktub di dalam al-Qur’an dan Hadits.

Adapun sanksi hukum tindak pidana suap termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 TentangTindak Pidana Suap dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penyebab terjadinya suap ini karena kebodohan terhadap syariat Islam yang hanif. Selain itu,tidak adanya sifat amanah dan kurang tegasnya hukum yang berlaku menyebabkan kasus ini semakin bertambah.


B. SARAN

Kita sebagai pemuda generasi penerus bangsa haruslah mulai dengan diri kita masing-masinguntuk meninggalkan salah satu dari banyak kebiasaan buruk bangsa ini yakni suap-menyuap.Karena sesungguhnya Allah telah memberikan jaminan kepada makhluk-Nya yang selalu bertaqwa dan menjauhkan diri dari perbuatan buruk berupa kecukupan dan mendapat rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka. pernah tepat sasaran ibarat “ yang sakit kepala, kok yang diobati tangan “.

Pemberantasankorupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Olehsebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudahmemang.Suap berarti setiap harta yang diberikan kepada pejabat atas suatu kepentingan, padahal semestinya urusan tersebut  tanpa pembayaran. Baik orang yang member suap maupun menerima suap sama-sama mendapatkan hukuman karena perbuatan tersebut merugikan pihak lain.Menerima suap adalah termasuk makan harta orang lain dengan cara batil.

Dasar hukum tindak  pidana suap telah termaktub di dalam al-Qur’an dan Hadits. Adapun sanksi hukum tindak pidanasuap termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 TentangTindak Pidana Suap dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Penyebab terjadinya suap ini karena kebodohan terhadap syariat Islam yang hanif. Selain itu,tidak adanya sifat amanah dan kurang tegasnya hukum yang berlaku menyebabkan kasus ini semakin bertambah.